Selasa, 29 April 2014
ISLAM
dan JARINGAN PERDAGANGAN ANTAR PULAU
pendahuluan
Kepulauan
indonesia memiliki laut dan daratan yang
luas . para nelayan pergi melaut dan pulang dengan membawa hasil tangkapan nya.
Begitu juga pelabuhan terlihat lalu lalang kapal yang membongkar dan memuat
barang . Sungguh menakjubkan hamparan laut yang sangat luas ciptaan tuhan. Coba
kamu renungkan alam semesta, lautan dan daratan semua ciptaan nya untuk
kepentingan hidup kita . marilah kita syukuri semua itu dengan menjaga
lingkungan laut dan daratan sebaik-sebaik nya.
BAB
I
PEMBUKAAN
Sejak
lama laut telah berfungsi sebagai jalur pelayaran dan perdagangan antar suku
bangsa di kepulauan indonesia dan bangsa-bangsa di dunia. Pelaut tradisonal
indonesia telah memiliki keterampilan berlayar yang di pelajari nenek moyang
secaraturun temurun . bagi para pelaut samudra bukan sekedar suatu bentangan
air yang sangat luas . setiap perubahan warna, pola gerak air, bentuk gelobang , jenis burung,
dan ikan yang mengitari nya dapat membantu pelaut dalam mengambil keputusan
atau tindakan untuk menentukan arah perjalanan. Sejak dulu mereka sudah
mengenal teknologi arah angin dan musim untuk menentukan perjalan
perayaan dan perdagangan.
Kapal pedagang yang berlayar
ke selatan menggunakan musim utara
dalam januari dan febuari dan kembali
lagi pulang jika angin bertiup dari selatan dalam juni,juli, atau agustus. Angin
musim barat daya di samudra hindia adalah antara
april sampai agustus,cara yang paling
diandalkan untuk berlayar ketimur . mereka dapat kembali pada musim
yang sama setelah tinggal
sembentar – tapi kebanyaan tinggal untuk berdagang- untuk menghindari
musim perubahan yang rawan badai dalam
oktober dan kembali dengan musim timur laut.
Bacaan
berikut akan memaparkan tentang aktivitas perdagangan antar pulau pada masa
awal perkembangan islam di indonesia. Memahami aktivitas pelayaran dan perdagangan
antar pulau yang membawa sertta pesan-pesan agama ini dapat menjadi pelajaran
dan menambah rasa syukur terhadap tuhan yang maha esa.
BAB II
PEMBAHASAN
Islam dan jaringan perdagangan antar pulau
- Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau Jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau di Nusantara terbentuk karena antarpulau saling membutuhkan barang-barang yang tidak ada di tempatnya. Untuk menunjang terjadinya hubungan itu, para pedagang harus melengkapi diri dengan pengetahuan tentang angin, , pembuatan kapal, dan kemampuan diplomasi dagang. Dalam kondisi seperti itu, muncullah saudagar-saudagar dan syahbandar yang berperan melahirkan dan membangun pusat-pusat perdagangan di Nusantara.
- Pelaut-pelaut Nusantara juga telah mengetahui beberapa rasi bintang. Ketika berlayar pada siang hari, mereka mencari pedoman arah pada pulau-pulau, gunung-gunung, tanjung-tanjung, atau letak kedudukan matahari di langit. Pada malam hari mereka memanfaatkan rasi bintang di langit yang cerah sebagai pedoman arahnya. Para pelaut mengetahui bahwa rasi bintang pari berguna sebagai pedoman mencari arah selatan dan rasi bintang biduk besar menjadi pedoman untuk menentukan arah utara. Hubungan perdagangan antarpulau di Indonesia sebelum tahun 1500 berpusat di beberapa wilayah, antara lain Samudera Pasai, Sriwijaya, Melayu, Pajajaran, Majapahit, Gowa-Tallo, Ternate, dan Tidore.
- Wilayah Nusantara menyimpan berbagai kekayaan di darat dan di laut. Sumber daya alam ini sejak dulu telah dimanfaatkan untuk keperluan sendiri dan diperdagangkan antarpulau atau antarnegara. Barang dagangan utama yang mendapat prioritas dalam perdagangan antarpulau, yaitu a.lada, emas, kapur barus, kemenyan, sutera, damar madu, bawang putih, rotan, besi, katun (Sumatera); b.beras, gula, kayu jati (Jawa); c.emas, intan, kayu-kayuan (Kalimantan); d.kayu cendana, kapur barus, beras, ternak, belerang (Nusa Tenggara); e.emas, kelapa (Sulawesi); dan f. perak, sagu, pala, cengkih, burung cenderawasih, perahu Kei (Maluku dan Papua).
- Rasi bintang biduk besar dan rasi bintang pari. Pada saat ini cara perdagangan dilakukan melalui system barter (tukar menukar barang dengan barang). Sistem barter umumnya dilakukan oleh para pedagang daerah pedalaman. Hal ini disebabkan kegiatan komunikasi dengan daerah-daerah luar kurang lancer.
- Beberapa macam mata uang yang telah beredar pada saat itu adalah 1.Drama (Dirham), mata uang emas dari Pedir dan Samudera Pasai; 2.Tanga, mata uang perak dari Pedir; 3.Ceiti, mata uang timah dari Pedir; 4.Cash (Caxa), mata uang emas di Banten; 5.Picis, mata uang kecil di Cirebon; 6.Dinara, mata uang emas dari Gowa-Tallo; 7.Kupa, mata uang emas kecil dari Gowa-Tallo; 8.Benggolo, mata uang timah dari Gowa-Tallo; Tumdaya, mata uang emas di Pulau Jawa; dan 10.Mass, mata uang emas di Aceh Darussalam. Mata uang asing yang telah digunakan dalam kegiatan perdagangan di Nusantara antara lain Real (Arab); Yuan dan Cash (Cina).
- Para pedagang Nusantara, baik dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, maupun pulau-pulau lain telah berjasil menjalin hubungan dagang bandar-bandar, seperti Malaka dan Johor di Semenanjung Malaka; Pattani, dan Kra di Thailand; Pegu di Myanmar (Birma); Campa di Kamboja; Manila di Filipina; Brunei dan bandar-bandar lain. Perahu yang dipakai dalam pelayaran di masa lalu.
- B. PERAN KEPULAUAN INDONESIA DALAM PERDAGANGAN DAN PELAYARAN DI ASIA TENGGARA SAMPAI ABAD KE-18
- Munculnya pusat-pusat perdagangan Nusantara disebabkan adanya kemampuan sebagai tempat berikut ini:
- 1.Pemberi bekal untuk berlayar dari suatu tempat ke tempat lain.
- 2.Pemberi tempat istirahat bagi kapal-kapal yang singgah di Nusantara.
- 3.Pengumpul barang komoditas yang diperlukan bangsa lain.
- 4.Penyedia tempat pemasaran bagi barang-barang asing yang siap disebarkan keseluruh Nusantara.
- Peranan Sriwijaya sebagai salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara umumnya dan Nusantara khususnya, kemudian digantikan oleh Kesultanan Samudera Pasai sejak abad ke-13.
Perdagangan
antarpulau di Indonesia pada masa kuno
Kawasan nusantara terdiri dari
beribu-ribu pulau yang memanjang dari barat sampai ke timur. Diantara pulau
satu dengan lainnya itu telah terjalin hubungan yang berlangsung sejak dulu,
diantaranya hubungan perdagangan, terutama pada masa kerajaan-kerajaan Islam
nusantara. Berlangsungnya interaksi perdagangan antara lain harus didukung
pengetahuan tentang angin. Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudera
besar, wilayahnya dilalui garis khatulistiwa, sehingga Indonesia memiliki iklim
muson, yaitu iklim yang ditandai pergantian arah angin yang berlangsung selama
enam bulan sekali di daerah khatulistiwa. Dengan memanfaatkan pengetahuan
tentang perubahan arah angin, maka di sekitar bulan September-Oktober
kapal-kapal yang berada di sebelah timur akan berlayar ke sebelah barat.
Sebaliknya, pada sekitar bulan Maret-April kapal-kapal berlayar dari barat ke
arah timur.
Semula kegiatan perdagangan di nusantara bersifat insidental, namun lambat laun terjadi perubahan menjadi kegiatan yang berlangsung terus menerus, ramai, dan semakin menguntungkan. Dengan demikian muncullah beberapa pusat perdagangan yang dimiliki kerajaan-kerajaan yang wilayahnya menjangkau pantai. Adapun pusat-pusat perdagangan sebelum tahun 1500 antara lain berpusat di sumatera tengah abad ke-5/6, sriwijaya abad ke-7/14, melayu abad ke-14, bali abad ke-11, pajajaran abad ke-11, pajajaran abad ke-8 sampai ke-16, majapahit abad ke-13/14, gowa-tallo abad ke-2, ternate dan tidore abad ke-13, samudera pasai abad ke-13, dan sebagainya.
Kegiatan perdagangan yang berlangsung pada masa itu dilakukan dengan cara sistem barter (tukar menukar barang dengan barang). Sedikit sekali penduduk yang telah melakukan tukar menukar dengan menggunakan uang. Sistem barter umumnya dilakukan para pedagang dari daerah pedalaman. Sebab, kegiatan komunikasi dengan daerah-daerah luar kurang begitu lancar. berlainan dengan di pedalaman, masyarakat daerah pesisir pantai telah menjalin hubungan yang baik dengan pihak luar, sehingga sebagian besar penduduk telah menggunakan mata uang dalam kegiatan perdagangan.
Semula kegiatan perdagangan di nusantara bersifat insidental, namun lambat laun terjadi perubahan menjadi kegiatan yang berlangsung terus menerus, ramai, dan semakin menguntungkan. Dengan demikian muncullah beberapa pusat perdagangan yang dimiliki kerajaan-kerajaan yang wilayahnya menjangkau pantai. Adapun pusat-pusat perdagangan sebelum tahun 1500 antara lain berpusat di sumatera tengah abad ke-5/6, sriwijaya abad ke-7/14, melayu abad ke-14, bali abad ke-11, pajajaran abad ke-11, pajajaran abad ke-8 sampai ke-16, majapahit abad ke-13/14, gowa-tallo abad ke-2, ternate dan tidore abad ke-13, samudera pasai abad ke-13, dan sebagainya.
Kegiatan perdagangan yang berlangsung pada masa itu dilakukan dengan cara sistem barter (tukar menukar barang dengan barang). Sedikit sekali penduduk yang telah melakukan tukar menukar dengan menggunakan uang. Sistem barter umumnya dilakukan para pedagang dari daerah pedalaman. Sebab, kegiatan komunikasi dengan daerah-daerah luar kurang begitu lancar. berlainan dengan di pedalaman, masyarakat daerah pesisir pantai telah menjalin hubungan yang baik dengan pihak luar, sehingga sebagian besar penduduk telah menggunakan mata uang dalam kegiatan perdagangan.
Pola Perdagangan dan
pelayaran Antar Pulau di Indonesia.
Jaringan perdagangan dan
pelayaran antar pulau di Indonesia
telah dimulai sejak abad pertama Masehi.
Bahkan pada abad ke-2, Indonesia telah menjalin hubungan dengan India
sehingga agama Hindu masuk dan berkembang.
Sejak abad ke-5, Indonesia
telah menjadi kawasan tengah yang
dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan
Cina. Jalur perdagangan tersebut yang
dikenal dengan nama Jalur Sutra Laut (Jalan Sutera lama/kuno via
darat).
Jalur perniagaan dan
pelayaran tersebut melalui laut, yang
dimulai dari Cina melalui Laut Cina Selatan kemudian
Selat Malaka, Calicut: sekarang Kalkuta (India),
lalu ke Teluk Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke
Laut Tengah atau melalui Laut Merah sampai ke
Mesir lalu menuju Laut Tengah.
Indonesia, melaui selat Malaka, terlibat dalam perdagangan dengan modal utama rempah-rempah (komoditas utama), seperti lada dari Sumatera, cengkeh dan pala dari Indonesia Timur, dan jenis kayu-kayuan dari Nusa Tenggara. Posisi Indonesia yang strategis dan hasil sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan Indonesia mampu menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting di jalur dagang antara Asia Timur – Asia Barat (Timur Tengah dan semenanjung Arab), dengan Selat Malaka yang menjadi pusat-pusat dagang atau pelabuhan-pelabuhan dagangnya.
Indonesia, melaui selat Malaka, terlibat dalam perdagangan dengan modal utama rempah-rempah (komoditas utama), seperti lada dari Sumatera, cengkeh dan pala dari Indonesia Timur, dan jenis kayu-kayuan dari Nusa Tenggara. Posisi Indonesia yang strategis dan hasil sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan Indonesia mampu menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting di jalur dagang antara Asia Timur – Asia Barat (Timur Tengah dan semenanjung Arab), dengan Selat Malaka yang menjadi pusat-pusat dagang atau pelabuhan-pelabuhan dagangnya.
Sekitar abad ke-7
hingga abad ke-14, ada dua kerajaan besar yang
telah mampu menguasai perairan atau perniagaan di
Nusantara, yakni Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) dan
Kerajaan Majapahit (Jawa).
Keberhasilan ini karena kemampuan kedua kerajaan tersebut mendominasi bahkan memonopoli jaringan perdagangan di
Selat Malaka. Perlu diketahui,
bahwa Selat Malaka mempunyai posisi strategis baik secara geografis,
iklim/cuaca, maupun secara politis dan ekonomi.
Itu sebabnya Selat Malaka merupakan “kunci” penting.
Dengan demikian, perdagangan dan pelayaran di
Nusantara bahkan jaringan dagang internasional Asia di
dominasi oleh dua Kerajaan bercorak Hindu-Budha tersebut dalam periode yang
berbeda.
Sekitar abad ke-15
(setelah Majapahit runtuh),
telah muncul kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di
Nusantara, dan yang
juga akan melanjutkan tradisi perdagangan dan
pelayaran di Nusantara. Walaupun Majapahit runtuh, namun pelabuhan-pelabuhan Tuban dan
Gresik (di pesisir utara Jawa)
tetap berperan sebagai bandar transito dan
distribusi penting,
yaitu sebagai gudang sekaligus penyalur rempah-rempah asal Indonesia
Timur (Maluku). Bahkan, Tuban berkembang menjadi bandar terbesar di
Pulau Jawa. Perkembangan perdagangan dan pelayaran di
perairan Jawa tersebut memacu munculnya pelabuhan-pelabuhan baru
seperti pelabuhan Banten, Jepara dan Surabaya.
Pada abad ke-15
sampai awal abad ke-16, jalur perdagangan di asia
Tenggara diwarnai oleh dua jalur besar,
yaitu jalur Cina-Malaka dan jalur Maluku-Malaka.
Jalur perdagangan antara Maluku-Malaka mendorong terjadinya perdagangan dan
pelayaran antar pulau di Indonesia.
Jalur Maluku-Malaka ramai karena banyaknya para
pedagang yang hilir-mudik. Orang-orang Jawa misalnya, ke Maluku
membawa beras dan bahan makanan yang lain
untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Mereka ke Malaka,
dengan ditambah beras, membawa rempah-rempah dari Maluku,
dan
sebaliknya dari arah Malaka membawa barang-barang dagangan yang
berasal dari luar (pedagang-pedagang Asia).
Berkat komoditas “beras” dan
letak strategis antara Maluku dan Malaka,
Jawa menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dalam perdagangan dan
pelayaran di Nusantara.
Terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511,
Jawa yang
kemudian akan memainkan peranan penting dalam perdagangan dan
pelayaran di Nusantara.
Terutama keberadaan pelabuhan atau bandar dagang Banten,
yang akan mengambil peran penting di
dalam perdagangan di Jawa dan Nusantara.Sebelum bangsa Barat masuk ke
Indonesia, bangsa Indonesia telah menguasai perdagangan dan
pelayaran Nusantara. Perdagangan dan
pelayaran saat itu bersifat antar pulau, yakni antara Pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau di bagian timur, terutama
Maluku. Perdagangan dan pelayaran yang
berkembang sebelum masuknya bangsa Barat ke Asia
Tenggara maupun ke Indonesia
itu telah membentuk pusat-pusat kekuasaan.
Disamping Malaka sebagai pusat perdagangan dan
juga pusat kekuasaan, maka terbentuk pula pusat-pusat kekuasaan lain
seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore, yang
juga merupakan pusat-pusat kekuasaan yang
bercorak Islam di Nusantara. Di Indonesia Timur,
pelabuhan penting adalah Ternate dan Tidore.
Barang dagangan yang dihasilkan adalah cengkih,
sedangkan kayu cendana diperoleh dari pulau-pulau sekitarnyaDi
bagian Barat Indonesia, bandar-bandar yang
penting seperti Pasai/Aceh, Pedir, Jambi, Palembang, Barus, Banten,
dan Sunda Kelapa. Pelabuhan-pelabuhan tersebut kebanyakan mengekspor lada.
Pelabuhan-pelabuhan di
pantai Barat Sumatera juga menghasilkan barang dagangan lain
seperti kapur barus, kemenyan, sutera, madu, dan damar.
Pusat-Pusat Perdagangan serta Jalur Pelayaran Setelah Jatuhnya Malaka.
Setelah Malaka jatuh ke
tangan Portugis (1511), pedagang-pedagang Islam
memindahkan kegiatannya ke pelabuhan-pelabuhan lain.
Dengan jalan demikian,
mereka tetap dapat melanjutkan usaha perdagangannya secara aman.
Sehingga, penyaluran komoditas ekspor (rempah-rempah)
dari daerah Indonesia ke
daerah Laut Merah tatap dapat dikuasai.
Pusat-pusat perdagangan dan
kekuasaan yang
sebelum Malaka jatuh sudah ada kemudian menjadi berkembang pesat.
Pusat-pusat perdagangan dan kekuasaan yang
berkembang pesat setelah jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis tahun 1511 antara lain, Aceh, Banten,
Demak, Tuban, Gresik, Makasar, Ternate dan Tidore.
Kesimpulan
Pedagang-pedagang Islam yang
konflik dengan pedagang-pedagang Portugis menyingkir ke
Aceh, Banten, dan Makasar.
Mereka tetap melakukan perdagangan dan pelayaran dengan pedagang-pedagang luar.
Karena jalur melalui Selat Malaka sudah dikuasai Portugis,
maka mereka membuka jalur perdagangan baru
melalui sepanjang Pantai Barat Sumatera.
Pedagang-pedagang Islam
berangkat dari bandar Banten lalu masuk selat Sunda
terus berlayar ke
luar melalui pantai barat Sumatera. Sebaliknya,
Banten juga didatangi pedagang-pedagang dari luar seperti Gujarat,
Persia, Cina, Turki, Myanmar Selatan, dan Keling.
Kapal-kapal yang
berasal dari Banten ataupun ke
Banten banyak juga yang singgah ke Aceh.
Sementara itu, pedagang-pedagang Islam
dari Malaka juga banyak yang
mengalihkan kegiatannya ke
Aceh sebagai akibat jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis. Sehingga Aceh juga berkembang menjadi pusat perdagangan dan
pusat kekuasaan Islam. Sedangkan di bagian Timur,
ada dua pusat perdagangan dan kekuasaan Islam yang
penting, yakni Ternate dan Tidore.
BY: Chandra Junitha
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.